Matic Pustaka.
Resensi buku
Oleh : Aminuddin
Judul : Cerita
Rakyat Lampung
Raden Mas Mangkudirija dan Bidadari
Penulis
: Fauzie Purnomo Sidie
Pada
zaman dahulu kala tinggallah seorang pemuda di tanah Jawa, ia masih keturunan
raja atau bangsawan dari Padjadjaran. Pemuda itu bernama Raden Mas
Mangkudirija. Ia sangat gigih dan memiliki semangat yang tinggi dan senang
berpetualang. Hingga pada suatu masa ia ingin merantau ke tanah seberang tepatnya
di kampung Gayam yang berada di pulau Sumatera yaitu di ujung Lampung. Konon di
kampung Gayam terdapat bidadari yang sering turun ke telaga. Dengan persiapan
yang sudah disiapkan secara baik dan matang akhirnya pemuda itu memulai membuat
sebuah rakit dan digunakan untuk menyeberangi lautan lepas. Karena bernasib malang
di tengah perjalanan dalam berlayar, Raden mengalami kecelakaan di laut.
Perahunya diterpa oleh ombak sehingga Raden dan perahunya tenggelam. Akhirnya Raden
berusaha menyelamatkan diri dengan berenang semampunya. Di dalam usaha
menyelamatkan dirinya, Raden menemukan batu karang kemudian dari kejauhan
terlihat rombongan nelayan yang sedang mencari ikan. Akhirnya didekatilah
pemuda itu oleh para nelayan dengan memberikan pertolongan, akhirnya Raden
dapat terselamatkan oleh para nelayan dan akhirnya ikut bersama nelayan sampai
ke daratan.
Sesampainya
di daratan Raden memohon izin untuk melanjutkan perjalanannya mencari kampung
Gayam. Menurut informasi kampung Gayam tidak terlalu jauh sehingga Raden hanya
menyusuri jalan setapak dan sampai di tempat tujuan. Kampung Gayam terletak di
kaki gunung Rajabasa yang dikelilingi hutan lebat. Setelah berjalan beberapa
waktu, akhirnya sampai juga di Kampung Gayam. Raden disambut baik oleh
masyarakat Gayam, hingga Raden dibuatkan gubuk kecil oleh masyarakat setempat.
Di sana Raden bertemu dengan Pak Tua penyimbang
adat. Pada saat itu akan ada acara adat di daerahnya, Raden diminta mencari
daun pegagan untuk keperluan acara adat. Raden segera berangkat mencarinya
namun Raden memilih daun pegagan yang halus, tidak dimakan ulat karena kelak
telur-telur ulat akan menjadi kunang-kunang indah pada malam hari akan
bercahaya. Hari-hari berikutnya Raden sering datang ke pinggir telaga, konon
ceritanya sering ada bidadari yang turun di telaga tersebut.
Suatu hari Raden
hendak memetik daun pegagan di pinggir telaga, tiba-tiba Raden dikejutkan oleh
sesosok wanita cantik yang turun dari kayangan. Rupanya inilah bidadari yang
selama ini ditunggu-tunggu oleh Raden. Raden tidak bergerak sedikit pun, bahkan
raden tidak berani bertanya kepada sosok bidadari tersebut. Lalu bidadari itu
mendekati Raden dan bertanya, "Hai pemuda yang baik, siapakah namamu?
Namaku Sri Kemuning" Tanya bidadari itu. Namaku Raden Mas Mangkudirija,
aku memang sangat ingin bertemu dengan bidadari di sini. Dan saat ini saya
seperti mimpi bisa bertemu dengan bidadari yang turun dari kayangan. Seiring berjalannya
waktu, Raden sering bertemu dengan bidadari Sri Kemuning di telaga itu, hingga
suatu hari Raden memberanikan diri untuk bertanya dengan bidadari. "Maukah
engkau tinggal bersamaku di bumi ini?", tanya Raden kepada bidadari. Dalam
waktu yang lama bidadari baru bisa memberikan jawaban kepada Raden. Dan
akhirnya bidadari memutuskan untuk tinggal bersama Raden di bumi dengan
memberikan selendang birunya untuk disimpan oleh Raden. Kemudian mereka masuk ke kampung Gayam dan
menemui Pak Tua sebagai penyimbang adat untuk dinikahan supaya tidak
menimbulkan fitnah dari masyarakat.
Dalam
menjalani hidup bersama, pasangan suami istri yang berbeda alam dikaruniai
seorang putra dan diberi nama Kuppiudin. Kuppiudin tumbuh menjadi anak yang
baik, dermawan, suka menolong terhadap sesama seperti ayahnya Raden Mas. Pernah
suatu hari Kuppiudin menemui ibunya dalam keadaan murung, dan menanyakan
"kenapa ibunda murung?" Ibunya selalu mengalihkan pembicaraan itu.
Hampir setiap hari Raden menjumpai istrinya dalam keadaan murung dan Raden pun
sudah menerka bahwa kemurungannya itu karena rasa kangen terhadap keluarganya
di kayangan. Raden pun mengetahui dan bisa merasakan kesedihannya istrinya.
Akhirnya pada suatu hari sebelum Raden berangkat ke ladang, Raden berpesan
kepada Kappiudin, "sampaikan pesan ayah kepada ibu, kunci senyuman ada di
lumbung padi." Setelah selesai sarapan yang dibuat oleh Raden, Sri
Kemuning berpamitan kepada Kappiudin untuk pergi sebentar, Sri Kemuning pergi
ke lumbung padi untuk mengambil selendang biru dan terbang menuju kayangan
melepas rasa rindu bersama keluarganya di sana.
Di
kayangan Sri Kemuning bertemu dengan keluarganya, sementara Sri Kemuning juga
merasa rindu kepada suami dan anaknya di bumi. Karena sudah menjadi peraturan
di negeri kayangan, Sri Kemuning tidak diizinkan untuk turun lagi ke kayangan
seperti biasanya. Jika Sri Kemuning rindu dengan anak dan suaminya di bumi,
maka ia pergi ke telaga yang ada di kayangan untuk sekedar melepas rasa rindu
kepada anak dan suaminya. Di telaga itu juga banyak binatang-binatang kecil yang
menemani Sri Kemuning, di sana ada seekor belut yang setia menemani curahan isi
hati Sri Kemuning. Sementara Raden Mas dan Kappiudin juga merasa rindu kepada
Sri Kemuning. Namun Raden tidak bisa berbuat apa-apa. Pada suatu hari Raden
pergi ke pinggir telaga di kampung Gayam. Tiba-tiba ada sosok burung raksasa
yang datang menghampiri Raden di tempat duduknya. Burung raksasa itu namanya garuda.
Raden sangat terkejut karena burung raksasa itu bisa berbicara dan menanyakan
apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Raden. Raden sangat ketakutan dan
memohon jangan mengganggu dirinya. Setelah raden menjelaskan apa yang telah
terjadi, kemudian burung garuda itu menawarkan untuk mengantarkan Raden menuju
kayangan menjumpai isterinya. Burung garuda itu mengangkat raden terbang ke
kayangan dan berpesan agar selalu menguatkan tekad. Raden pun mematuhinya dan
selalu berdoa di sepanjang perjalanan terbang menuju kayangan.
Setelah
mengantarkan Raden sampai ke kayangan, burung garuda pun berpamitan dan
mengucapkan, "tugasku sudah selesai mengantarmu dan saya akan kembali ke
bumi." Sesampainya di kayangan, tepat di depan pintu gerbang Raden dihadang
oleh penjaga istana kayangan. Raden tidak boleh bergerak sedikitpun. Raden
menjelaskan maksud dirinya datang ke kayangan yaitu ingin menemui istrinya yang
bernama Sri Kemuning. Raden tetap tidak diizinkan masuk ke kayangan dan disuruh
kembali ke bumi. Suara keributan antara Raden dan penjaga terdengar dari dalam
oleh petinggi kayangan. Akhirnya petinggi khayangan mempersilakan Raden untuk
masuk dan sepakat para petinggi kayangan akan memberikan ujian untuk
membuktikan kebenarannya. Raden diuji oleh petinggi kayangan dalam tiga ujian
berat. Kemudian Raden di bawa ke telaga kayangan untuk menjalani ujian yang
pertama. Di telaga Raden harus mengisi air ke dalam ember dengan menggunakan
jaring ikan. Suatu ujian yang sangat sulit karena mengisi air ke dalam ember
menggunakan jaring tentunya tidak akan bisa terisi. Namun Raden terus berusaha
mengisi air ke dalam ember menggunakan jaring dan hasilnya sangat tidak
memuaskan, keringatnya mengalir dan tenaga Raden hampir habis. Sampai akhirnya Raden
bertemu dengan seekor belut. Kemudian belut itu masuk ke dalam jarring dan
berputar-putar, lendir belut menutupi semua bagian jaring sehingga jaring akan
tertutup rapat oleh lendir belut sehingga Raden bisa mengisi air dengan mudah.
Akhirnya raden bisa menyelesaikan ujian pertama dengan sempurna berkat
pertolongan belut. Bunyi gong satu kali menandakan ujian pertama sudah selesai.
Petinggi
kayangan merasa heran lalu mengajak Raden untuk menjalani ujian yang kedua.
Ujian yang kedua ini Raden di bawah masuk ke ruang makan disana sudah terdapat
7 piring makanan yang bentuk dan rupanya sama. Raden disuruh memilih salah satu
makanan dan menghabiskan makanan tersebut. Di salah satu piring makanan
terdapat racun yang berbahaya, jika Raden salah memilih makanan maka Raden
makan terkena racun berbahaya itu, namun jika Raden tepat memilih makanan, Raden
akan lolos dengan ujian ini. Sambil berdoa Raden memperhatikan makanan yang
akan dipilih, tiba-tiba ada seekor lalat hinggap di salah satu piring makanan.
Raden teringat oleh sesuatu nasehat bahwa jika ada lalat yang hinggap di makanan
maka itu adalah racun, namun di sayap lainnya adalah obat. Jadi Raden memilih
makanan yang dihinggapi lalat dan menenggelamkannya lalat tersebut kemudian Raden
menghabiskan makanan itu. Akhirnya Raden selamat dengan bantuan lalat. Ujian
kedua sudah dijalani oleh Raden dengan baik, ditandai dengan suara gong dua
kali. Tinggal ujian terakhir yang akan dilalui oleh Raden.
Setelah
ujian dua sudah berlalu Raden di bawah ke sebuah ruangan yang sangat luas di
sana terdapat beberapa ranjang besi tempat tidur. Raden harus menjalani ujian
ketiga ini yaitu memilih salah satu ranjang besi yang di dalamnya ada Sri
Kemuning yaitu isterinya. Raden dihadapkan rasa bingung karena tidak tahu di
ranjang mana Sri Kemuning berada. Raden menutup mata sambil berdoa tiba-tiba
dihadapannya ada sinar yang sangat terang, dipancarkan kilauan sinar raja kunang-kunang.
Rupanya kunang-kunang yang dahulu pernah diselamatkan oleh Raden ketika masih
berbentuk telur dari kepunahan telur-telurnya. Raja kunang-kunang itu berkata,
"ikutilah saya." Kemudian kunang-kunang itu terbang menunjuk salah
satu ranjang besi untuk dipilih Raden. Di situlah Sri Kemuning berada. Akhirnya
Raden memutuskan untuk memilih ranjang besi yang diberi tahu oleh raja
kunang-kunang. Tirai ranjang besi dibuka dan Raden bertatap muka dengan Sri
Kemuning. Mereka saling meneteskan air mata kebahagiaan. Gong dibunyikan tiga
kali pertanda ujian yang ketiga sudah selesai.
Keduanya segera turun ke bumi
setelah mendapat restu dari petinggi kayangan. Anaknya, Kappiudin sangat
bahagia melihat kedua orang tuanya bersama kembali ke rumah. Mereka hidup
berdampingan dengan masyarakat kampung Gayam, saling tolong-menolong,
bergotong-royong dan selalu bersyukur atas apa yang telah didapat.
Pesan:
- Kegigihan dan niat yang tulus akan mendapatkan hasil yang memuaskan,
- Sikap pantang menyerah suka menolong dan saling membantu sesama manusia,
- Selalu berdoa dan percaya bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong.
+ komentar + 1 komentar
Lanjutkan
Posting Komentar