Matic Pustaka. Libur panjang hari raya umat
Kristiani tidak lantas membuat kami mencari tempat liburan layaknya orang-orang
pada umumnya. Di rumah saja pun bisa membuat kami terhibur di hari libur.
Beberapa pekerjaan rumah yang sempat tertunda belum terselesaikan menjadi
sasaran kami untuk mengisi hari libur bersama anak dan isteri. Sesuai dengan
target dan harapan di awal tahun 2018 dalam pengelolaan Matic Pustaka Perpustakaan Keliling yang kami jalankan, di
antaranya adalah penertiban administrasi koleksi, buku induk, buku peminjaman,
serta beberapa pengembangan manajemen baru tergarap sekitar 80% dari rencana
awal. Oleh karena itu, sebelum pergantian tahun 2019 sebisa mungkin akan kami
kerjakan berdasarkan kemampuan yang ada.
Suasana identifikasi buku-buku koleksi Matic Pustaka bersama keluarga
Pagi
itu, beberapa kardus berisi puluhan buku bacaan sudah kami keluarkan dari
sebuah kamar. Rencananya akan kami cross
check keadaan buku yang sudah hampir satu semester berada di dalam kardus
yang lembab. Yah, ternyata benar
dugaan kami kardusnya saja yang lapuk termakan hawa lembab. Untungnya buku-buku
yang ada di dalamnya masih utuh tanpa ada yang rusak satu pun. Itu karena di
dalam kardus sebelum dimasukkan buku, sempat kami lapisi plastik sebagai alas
yang bertujuan menghindari kontak
langsung antara buku dengan lantai dasar. Sehingga dapat meminimalisir proses
pelapukan bahan pustaka (buku). Salah satu kerusakan buku adalah faktor
cuaca/iklim. Cuaca yang lembab tidak hanya merusak buku, tetapi juga membuat
tempat bersembunyi kutu dan serangga lainnya di dalam buku. Oleh sebab itu,
untuk semua orang, khususnya pustakawan diharapkan untuk mengecek secara
berkala keadaan ruangan. Jika memang dirasa lembab, bisa diantisipasi dengan
menyalakan lampu/penyinaran yang lebih banyak dari pada cuaca panas. Ini baik
dilakukan untuk memperpanjang usia buku agar bisa dimanfaatkan oleh generasi
muda mendatang.
Selain udara lembab, banyaknya debu juga berpengaruh terhadap
keengganan kita untuk memegang buku. Karena kita ketahui, jelas bahwa debu
merupakan salah satu sumber penyakit. Kita tidak mungkin hanya karena ingin
membaca buku, kemudian kita menjadi sakit influenza karenanya. Kan mending
menghindari hal-hal itu daripada kita harus bersakitan. Iya kan? Maka dari itu, kebersihan dari
debu-debu yang melekat pada buku perlu dibersihkan secara berkala. Mudah,
asalkan kita ada kemauan untuk melakukannya mudah-mudahan dimudahkan. Membersihkan
debu pada buku cukup mudah, kita ambil kain lap atau kemoceng untuk
membersihkan debu-debu itu dengan sekejap debu akan hilang dan buku bisa
dipegang untuk dibaca. Namun perlu kita perhatikan dalam membersihkannya, kita
juga harus melindungi diri kita dari debu itu sendiri dengan memakai masker
sebagai penutup hidung agar tidak kemasukan debu yang kita bersihkan.
Buku-buku kami keluarkan dari
kardus, dan kardus yang bagian bawahnya sudah bolong akibat lapuk kemudian kami jemur di bawah terik matahari
supaya kardus tersebut mengeras dan harapannya bisa digunakan kembali walaupun
perlu ditambal sulam dengan bahan yang sama. Proses pemilahan buku-buku
berlangsung cukup lama, sekitar 4-6 jam itupun belum bisa dikatakan selesai.
Karena koleksi buku kami hampir mencapai angka seribu, maka perlu ketelitian
dan kesabaran dalam melakukan pemeriksaan. Bentuk pemeriksaan yang kami lakukan
mulai dari proses klasifikasi berdasarkan bidang ilmu dan nomor klasifikasi,
pemilahan kepemilikan karena tidak semua koleksi buku yang ada pada kami
semuanya milik kami, ada beberapa milik Dinas Perpustakaan Daerah Pringsewu
melalui programnya pinjam rolling, ada
sebagian lagi milik rekan komunitas kami Gerobak
Pustaka, sehingga kami perlu pisahkan per pemilik. Tujuannya agar
memudahkan dalam pendataan sesuai dengan kelompok masing-masing.
Tidak hanya berhenti sampai di
situ saja, setelah semua buku sudah pada posisinya, kemudian kami lakukan
pengecekan nomor inventaris, agar semua buku bisa diketahui jumlah judul dan
eksemplarnya. Dalam proses inventarisasi, seperti yang dilakukan di
perpustakaan pada umumnya menggunakan kode masing-masing yang mudah dipahami. Mulai
dari nomor urut buku hingga kode perpustakaan dan dari mana buku tersebut
diperoleh. Itu semua berdasarkan kemudahan pada masing-masing pengelola,
artinya tidak ada batasan khusus yang mengharuskan pembuatan kode nomor
inventaris harus begini ataupun begitu. Sembari menyelesaikan inventarisasi,
tanpa membuang waktu kami pun melanjutkan pembuatan label pustaka berdasar
pengalaman di tempat kerja, yaah
namanya juga pustakawan katanya harus bisa bekerja di manapun berada termasuk
di rumah yang nantinya akan dijadikan sebuah perpustakaan. Mohon doanya semuanya
agar bisa mewujudkan perpustakaan, setidaknya untuk keluarga, tetangga dan
masyarakat luas. Aamiin.
Kegiatan liburan kami pun tidak
membuat anak dan isteri merasa bosan, karena mungkin liburan kok hanya di rumah. Liburan kan di tempat-tempat wisata atau ke laut
seperti mereka di luar sana menghilangkan kepenatan dan kejenuhan aktivitas
sehari-hari. Lha ini, bukannya penat dan jenuhnya hilang justru bertambah
banyak karena diisi dengan kegiatan-kegiatan seperti hari kerja biasa. Tentu tidak
bagi kami. Karena kami biasakan melakukannya tanpa adanya paksaan, kami lakukan
dengan suka cita dijadikan sebuah hobby
yang dasarnya rasa kecintaan terhadap sebuah kegiatan, jadi tidak membuat kami merasa
beban ataupun jenuh, malahan kami merasa happy
bisa sambil belajar bersama dengan anak. Ini merupakan nilai plus tersendiri
bagi kami yang baru belajar berkecimpung di dunia perpustakaan. Ada senangnya
dan banyak juga bahagianya. Hehehe.